SENI TARI BIMA
Seperti halnya Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah wilayah yang cantik alam budayanya. Dua pulau terbesar di provinsi ini, Lombok dan Sumbawa, indah alamnya juga dipercantik oleh kekhasan budaya suku-suku yang mendiaminya. Ragam seni bercitarasa tinggi tercipta mengiringi kesejarahan mereka.
Suku Sasak di Pulau Lombok dikenal kuat memegang tradisi nenek moyangnya. Dalam hal seni, pemudanya jago bertarung, pemudinya jago menenun. Gamelan Sasak adalah salah satu instrumen musiknya, sementara mereka juga suka menari.
Demikian pula suku Dou Mbojo di wilayah Bima dan Dompu, juga suku Sumbawa yang mendiami sisi barat dan tengah Pulau Sumbawa. Kesenian hidup dan berkembang sebagai bagian dari budaya mereka. Tidak terkecuali seni tari yang sebagian tetap lestari hingga kini.
TARI BUJA KADANDA
adalah Buja Kadanda, tarian prajurit asli Bima. Penggambaran dua prajurit yang sedang berperang. Dua orang membawakannya dengan berpakaian prajurit bersenjata tombak atau tongkat. Mereka menari dengan gerakan bela diri. Sehingga dibutuhkan keahlian khusus untuk menarikannya.
Tarian Buja Kadanda diawali dengan iringan tabuhan musik. Gendang, Gong, Serunai dan Tawa-tawa adalah alat musik tradisional yang menjadi pengiringnya. Mengalun dalam dua irama yang berbeda. Bertempo cepat ketika mengiringi tarian, dan bertempo lambat saat mengawali dan mengakhiri tarian.
TARI GANDRUNG
Dalam sejarah, kesenian Gandrung Banyuwangi tersebar ke Bali untuk kemudian tiba di Lombok. Di masa lalu, Bali dan Lombok Barat (Karangasem) merupakan kesatuan daerah kultural. Sehubungan dengan keberadaan Gandrung, tarian ini sudah populer sebelum kerajaan Lombok terakhir jatuh di tahun 1894.
Gandrung Banyuwangi menyebar ke Bali dan menyesuai dengan karakter lokal. Gandrung Bali yang melibatkan penari laki-laki berbusana wanita, sempat bertahan di Lombok hingga 1930-an. Selanjutnya, penari Gandrung Lombok adalah wanita. Di tahun 1938, tarian ini sudah tersebar ke seantero Lombok
TARI PERESEAN
adalah seni tradisi bertarung antara dua laki-laki Suku Sasak. Oleh masyarakat internasional, tradisi ini terkenal dengan nama stick fighting karena dalam prakteknya para petarung bersenjatakan tongkat rotan, selain juga menggunakan perisai kulit kerbau yang keras dan tebal (ende).
Dalam sesi tarung dalam Presean, selain kedua petarung (pepadu), ada juga wasit pinggir (pakembar sedi) serta wasit tengah (pakembar). Pepadu bertelanjang dada, hanya berbalut kain Sasak serta capuk (penutup kepala). Pepadu tidaklah di tunjuk, siapa saja bisa ikut, termasuk penontonnya.
Presean adalah seni tradisi yang termasuk dalam seni tari khas Lombok. Tradisi ini dulu bertujuan melatih ketangkasan lelaki Sasak dalam mengusir para penjajah. Ada juga yang mengatakan, Presean adalah bentuk pelampiasan emosional para prajurit Lombok, setelah menang dalam perang melawan musuh.
TARI WURA BONGI MONCA
Wura artinya Menabur, bongi adalah Beras dan Monca berarti Kuning. Jadi, ini adalah tarian Menabur Beras Kuning yang sering mewarnai hajatan adat Bima. Lambang kesejahteraan, kejayaan, serta ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sama halnya dengan Mpa’a Lenggo. Tari Wura Bongi Monca telah berkembang sejak masa kesultanan Abdul Khoir Sirajuddin. Penarinya adalah gadis-gadis ayu yang membawakan gerakan lemah gemulai sehingga menarik perhatian siapa saja untuk datang ke dana Mbojo atau Tanah Bima. Jumlah penari bisa 4-6 gadis.
TARI LENGGO
Kesenian dalam Istana Bima atau Asi Mbojo berkembang cukup pesat di masa pemerintahan Sultan Abdul Khair Sirajuddin, sultan Bima yang kedua (1640-1682 M). Mpa’a adalah istilah lokal untuk menyebut seni tari. Mpa’a Lenggo adalah salah satu tarian klasik Kesultanan Bima yang bertahan hingga saat ini.
Tari Mpa’a Lenggo ada dua macam, Lenggo Mone (Lenggo Melayu) dan Lenggo Siwe (Lenggo Mbojo). Lenggo Mone hadir ke Istana Bima melalui para mubaligh dari Sumatera Barat. Oleh karena itu disebut juga Lenggo Melayu, sementara itu disebut Lenggo Mone karena ditarikan oleh penari pria. Mone berarti pria.
Tari Lenggo selanjutnya adalah Lenggo Siwe, karya dari Sultan Abdul Khair Sirajuddin dari Lenggo Melayu. Penarinya adalah Sampela Siwe (gadis) sehingga dinamakan Mpa’a Lenggo Siwe. Karena pembuatnya sultan sebagai dou Mbojo, maka tarian ini terkenal juga dengan nama Mpa’a Lenggo Mbojo.
Komentar
Posting Komentar